Visi Desa Cilimus adalah sebagai berikut : “Terwujudnya Desa Cilimus sebagai desa yang AGAMIS, HARMONIS DAN BERSATU Tahun 2019”.
Dalam visi Desa Cilimus tersebut terdapat beberapa kata kunci, yaitu AGAMIS, HARMONIS, dan BERSATU yang merupakan representasi terhadap beberapa kondisi berikut ini :
1. Agamis, Nilai-nilai agama sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat yang kondusif, toleran, harmonis dan relegious.
2. Harmonis, Terselenggaranya hubungan kerja antara lembaga yang ada di desa dan masyarakat untuk terwujudnya pembangunan disegala bidang dan aspek-aspek kehidupan secara utuh.
3. Bersatu, Dalam upaya mempersatukan unsur-unsur lapisan masyarakat dalam peningkatan IPM dalam Program peningkatan pembangunan Desa yang lebih maju dan berkembang.
Desa Cilimus menetapkan Misi sebagai berikut :
Misi Ke 1 : Meningkatkan kwalitas sumber daya manusia dan memantapkan pembangunan manusia melalui peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan;
Misi Ke 2 : Meningkatkan kehidupan masyarakat dalam sektor Perdagangan, pertanian, kewirausahaan dll.
Misi Ke 3 : Meningkatkan kwalitas kepemudaan dalam segala bidang.
Misi Ke 4 : Meningkatkan kwalitas sumber daya manusia melalui penanaman nilai agama peningkatkan kwalitas pendidikan, kesehatan daya saing dalam kehidupan berbudaya dan harmonis.
Misi Ke 5 : Meningkatkan percepatan penanggulangan kemiskinan melalui pelayanan sosial terpadu dan pemberdayaan masyarakat.
SEJARAH SINGKAT DESA CILIMUS
Sejarah Cilimus terungkap kembali saat Nusantara dalam cengkraman penjajahan Belanda, tepatnya saat Belanda kembali menjajah menggantikan Inggris yang hengkang dari bumi pertiwi pada tahun 1817 masehi.Namun pada masa penjajahan Belanda ini, wilayah Pakuwon Cilimus masuk dalam wilayah Kabupatian Linggajati yang berdampingan dengan Kabupatian Kuningan yang sama-sama masuk dalam wilayah kedaulatan Kesultanan Kasepuhan Cirebon.
Hal ini didapat pada laporan Residen Cirebon yang bernama P.H. Van Der Kemp yang tertuang pada Beslit No. 13 tanggal 30 Januari 1818 yang melaporkan bahwa, telah memerintahkan Bupati Linggajati untuk membantu Opsiner Kehutanan Banyaran yang bernama Prudants dan Bupati Bengawan Wetan yakni Raden Adipati Nitidiningrat yang kewalahan dalam melawan para pemberontak yang tengah mundur ke Palimanan. (P.H. Van Der Kemp. 1979: 16).
Situasi saat itu memang tengah gencar-gencarnya pemberontakan yang terkenal dengan istilah Perang Kedondong di antero wilayah Cirebon, Karawang, Majalengka hingga Kabupatian Talaga yang dipimpin oleh Ki Bagus Rangin dan Ki Bagus Serit atau pada masa Sultan Sepuh VIII yakni Sultan Raja Udaka (1815-1845) sebagai kelanjutan dari Pemberontakan Pangeran Suryanegara tahun 1753-1773 (Iswara. 2009: 28).
1. RATU NGADEG PIAMBEK
Syah dan dalam situasi yang masih belum pulih akibat peristiwa pemberontakan oleh Pangeran Suryanegara alias Pangeran Arya Panengah Abukayat Suryakusumah, beliau adalah anak ke-2 dari Sultan Sepuh IV Raja Sena Mohammad Jaenudin dan juga adik Sultan Sepuh V Sultan Matangaji. Makam Pangeran Suryanegara berada di Wanacala (depan Lapangan Udara Penggung Cirebon). Setelah keluar dari Keraton Kasepuhan karena ketidaksesuaian faham dengan Sultan Sepuh VI Sultan Hasanuddin pengganti kakaknya. Selanjutnya beliau berkedudukan di Mertasinga yang dahulunya merupakan ibukota Kerajaan Singapura sebelum era Kesultanan Cirebon berdiri.
Pada masa itu, telah lahir seorang putra dari Pangeran Lubang Suryakusumah (anak dari Pangeran Suryanegara). Bayi tersebut bernama Pangeran Adiredja Martakusumah yang lahir pada hari Jum’at Legi tanggal 8 November 1811 di Mertasinga (5 km utara kompleks Pemakaman Gunung Sembung).
Menurut pitutur para sepuh, sejak usia remaja Pangeran Adiredja Martakusumah senang menuntut ilmu, utamanya ilmu kedigjayaan sehingga bisa menguasai ilmu kesaktian yang pada masa itu dianggap sangat tinggi yakni ilmu Rawe Rontek.
Namun sejak kecil Pangeran Adiredja Martakusumah pun sudah mendapat gemblengan ilmu lahir dan ilmu batin dari ayahnya. Disamping belajar ilmu agama dan darigama, ia digembleng fisiknya dengan ilmu silat oleh ayahnya.
Menjelang masa remaja, pangeran muda tersebut berguru pada seorang mantan pendekar sakti yang mengasingkan diri dipinggiran kota raja (mungkin disekitaran Kota Sumber sekarang).
Pangeran muda tersebut akhirnya bisa mengabdi di Keraton Kasepuhan atas jasa seorang Pengageng Keraton Kasepuhan yang disegani raja yang saat itu dijabat oleh Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman. Jadi meskipun beliau putra dan cucu seorang pemberontak, disamping jasa sang pengageng tadi, toh beliau juga masih kerabat dekat keraton.
Dikisahkan, pada usia 36 tahun atau tepatnya tahun 1847 Pangeran Adiredja Martakusumah mendapat tugas dari Keraton Kasepuhan atas usul dan dukungan Pengageng Keraton yang disegani tadi. Jadi suka atau tidak suka, akhirnya sultan menyetujui P. Adiredja Martakusumah untuk mengelola pemukiman di suatu padukuhan diwilayah kidul yang mulai berkembang yang terdapat banyak pohon mangga limus disekitarnya yang pada akhirnya bernama Pakuwon Cilimus, yang dikemudian hari berubah lagi menjadi Desa Cilimus.
Sebenarnya, secara politis, maksud Pengageng Keraton Kasepuhan tersebut mengutus keturunan Sultan Sepuh IV tadi adalah untuk mengantisipasi bila ancaman Belanda benar-benar dilaksanakan, yakni akan mengebom keraton sebagaimana nasib keraton Banten yang dibumi hanguskan oleh Belanda akibat pemberontakan Sultan Banten kepada penjajah Belanda. Ancaman tersebut disampaikan Belanda sewaktu meminta Pangeran Suryanegara menghentikan pemberontakan. Jadi antisipasi tersebut yakni dengan mempersiapkan pusat pemerintahan darurat diwilayah kidul dengan mengutus seorang yang memiliki trah murni dari Sunan Gunung Jati sebagai penerus Kesultanan Kasepuhan Cirebon. Tapi kenyataanya ancaman Belanda tersebut tidak pernah dilaksanakan karena Sultan Sepuh saat itu sangat kooperatif kepada Belanda, malah pernah menyurati Pangeran Suryanegara memohon untuk menghentikan perlawanan kepada Belanda demi keutuhan keraton warisan yang sama-sama mereka hormati Sinuwun Sunan Gunung Jati.
Kembali pada kisah perjalanan Pangeran Adiredja Martakusumah yang meninggalkan Cirebon disertai 2 (dua) orang Istrinya serta 5 (lima) orang anaknya beserta beberapa orang pengikutnya diantaranya bernama Raden Langlangbuwana, Raden Singadiperana dan Raden Gunawicara, mereka adalah menak keturunan Dalem Darim dari keturunan Sunan Gunung Agung atau Buyut Pakidulan (Garut) . (Nama-nama tadi pernah diabadikan sebagai nama Sekolah Dasar Langlang Buwana di umbul Kalungluwuk yang sekarang bernama SDN V Cilimus dan nama SDN Gunawicara).
Dengan menanggalkan pakaian pinangerannya serta menyembunyikan gelar pangerannya, Pangeran Adiredja Martakusumah menyamarkan diri dengan berpakaian yang umumnya dipakai orang-orang sunda dulu yaitu pangsi hitam-hitam dan ikat kepala balangbang semplak, berangkatlah rombongan itu menuju kearah selatan.
Mereka berkuda dan tiba disatu kampung bernama Wanacala dimana sang kakek dikebumikan. Rombongan berhenti sejenak untuk berziarah terlebih dahulu di makam Pangeran Suryanegara.
Setelah usai berziarah, rombongan melanjutkan perjalanannya kembali menuju selatan. Selama dalam perjalanan, Pangeran Adiredja Martakusumah berfikir-fikir tentang nama yang cocok sebagai pengganti nama aslinya bila dirinya telah tiba ditujuan.
Terinspirasikan nama kampung dimana kakeknya dimakamkan yakni Wanacala, beliau mengutak-atik nama kampung tersebut, wana-cala, dibalik cala-wana. Akhirnya didapat nama yang cocok yakni “SACAWANA” (gabungan dari “Saca” dan “Wana”). Saat itu nama “saca” banyak dipakai para menak sunda seperti sacanata, sacadilaga, saca mangunhardja dan lain sebagainya.
Akhirnya Pangeran Adiredja Martakusumah memerintahkan kepada para keluarga serta pengikutnya untuk memanggil dirinya dengan nama baru yakni Ki Sacawana.
Setibanya disuatu tempat yang banyak terdapat pohon mangga limus yang buahnya sangat harum dan khas aromanya utamanya banyak terdapat di sepanjang sungai ditempat itu, sehingga pakuwon itu ia beri nama CILIMUS dari kata “air buah limus”.
Sebelum sampai ditepi sungai dimaksud tadi, Ki Sacawana dan rombongan sejenak berhenti dibawah pohon Beringin Karet yang sangat besar (sekarang berada di alun-alun Cilimus/ terminal mobil Cilimus). Sejenak beliau berkontemplasi dengan mengerahkan segenap daya cipta rasa mata batin untuk menembus kegaiban ditempat itu karena getaran yang kuat sudah dirasa sejak melihat pohon beringin karet tersebut dari jauh.
Dari hasil kontemplasi Ki Sacawana, rupanya mahluk ghaib (danyang atau dahiang) yang bernama Nyai Andayasari sejenis jin muslim yang “ngageugeuh” (mengayomi) di padukuhan itu telah menyambut kedatangan Ki Sacawana beserta rombongan. (Nama Andayasari pernah diabadikan sebagai nama Sekolah Dasar Inpres Andayasari di Jalan Pasawahan sekarang)
Setelah tiba ditepi sungai yang banyak pohon mangga limusnya tadi, sekarang bernama “goang” (sungai) Cibacang, rombongan tersebut sejenak beristirahat untuk melepaskan lelah. Setelah merasa cukup beristirahat rombongan tidak terus berjalan ke arah selatan melainkan berjalan ke arah timur menyusuri sungai Cibacang tadi. Akhirnya tiba disatu tempat yang dirasa tepat untuk mendirikan tempat tinggal dan pusat pemerintahan yang bernama Tarikolot.
Setibanya di padukuhan Tarikolot, Ki Sacawana mulai membangun pemukiman dan juga balai pusat pemerintahan (istilah sekarang bernama Balai Desa). Dengan dibantu oleh beberapa orang tokoh selain yang ikut dalam rombongan tadi yaitu Ki Jaliman dan beberapa orang lainnya yang kesemuanya adalah pengikut setia Ki Sacawana hingga akhir hayatnya.
Begitu besar wibawa sang pangeran yang telah berganti nama menjadi Ki Buyut Sacawana dihadapan rakyat Cilimus dan sekitarnya sehingga beliau mendapat julukan RATU NGADEG PIAMBEK, dari bahasa sunda buhun yang artinya raja yang berdiri sendiri atau raja yang tidak dipilih rakyat tapi jadi dengan sendirinya.
Ki Buyut Sacawana atau Ratu Ngadeg Piambek memiliki profil yang menarik. Beliau berperawakan sedang dan berotot, agak tinggi badannya, rambutnya panjang tebal dan agak ikal, berkulit kuning langsat, berhidung mancung, bermata tajam namun teduh, bicaranya bisa tegas bisa lembut tergantung kondisi namun lemah lembut pada rakyatnya, kesukaannya berpakaian seperti kebanyakan masyarakat sunda pada masa itu yaitu baju pangsi hitam serta ikat kepala batik. Memang suatu gambaran profil yang pantas bila beliau digelari Ratu Ngadeg Piambek karena perbawa wibawa yang dimilikinya, padahal masyarakat Cilimus tidak mengetahui bila beliau adalah seorang keturunan raja yang disegani di Cirebon juga keturunan seorang Awliya yang menjadi panutan masyarakat tatar pasundan pada umumnya.
Pembangkangan Ki Buyut Sacawana
Sesungguhnya, dihati Pangeran Adiredja Martakusumah (Ki Buyut Sacawana) masih memendam ketidakpuasan akan nasib ayahnya juga kakeknya. Kakeknya meninggalkan Keraton Kasepuhan beserta 3 (tiga) orang adiknya yakni Pangeran Jayawikarta, Pangeran Arya Kidul dan Pengeran Arya Kulon akibat ketidakpuasan atas diangkatnya Sultan Sepuh VI pengganti Sultan Matangaji atas dukungan Belanda. Oleh karenanya P. Suryanegara berencana membangun keraton di bekas Keraton Mertasinga (eks Kerajaan Singapura). Tapi karena Sultan Kanoman melarang untuk meneruskan pembangunan keraton dimaksud, akhirnya ditempat tersebut hanya dijadikan basis perlawanan kepada Belanda.
Tapi yang paling menyedihkan adalah, ketika makam beliau yang tadinya dikebumikan di kompleks makam keluarga raja-raja Cirebon atau Pemakaman Gunung Sembung, atas perintah keraton disuruh dipindahkan ke Wanacala diwilayah selatan Cirebon, dengan alasan karena telah membangkang dan memberontak.
Dari kisah yang sampai sekarang beredar diantara kerabat-kerabat keraton di Cirebon, bahwa telah terjadi keajaiban sewaktu proses pemindahan makam tersebut. Sewaktu makam P. Suryanegara dibongkar untuk dipindahkan, yang didapat bukannya jenazah yang terbujur kaku, melainkan P. Suryanegara tengah duduk dan membaca kitab didalam kuburannya. Betapa terkejutnya para petugas pembongkar makam. Akhirnya dengan sangat sopan dan halus dikatakan kepada P. Suryanegara diundang untuk pindah ke pasareannya yang baru di Wanacala yang telah disediakan. Atas kuasa Allah SWT akhirnya P. Suryanegara menerima undangan tersebut dan selanjutnya beliau benar-benar meninggal dunia untuk selamanya.
Ayahnya Pangeran Adiredja Martakusumah juga meninggal secara menyedihkan dengan tubuh berlubang-lubang, sehingga dikenal dengan sebutan Pangeran Lubang, namun ayahnya tersebut gugur sebagai syuhada kusuma bangsa.
Jadi kepergianya ke Cilimus adalah dengan membawa kepedihan hati dan rasa kecewa yang terpendam dihati Pangeran Adiredja Martakusumah/ Ki Buyut Sacawana, sehingga beberapa waktu kemudian beliau mulai melakukan pembangkangan terhadap pihak Keraton Kasepuhan yang pada saat itu memihak kepada Belanda. Dengan cara rahasia, mulailah beliau melakukan pembangkangan atau pemberontakan dengan rapinya. Pembangkangan kepada Kesultanan Kasepuhan pada hakekatnya adalah pemberontakan kepada penjajah Belanda dengan cara gerilya. Diceritakan bahwa, banyak anak buahnya yang menyamar jadi pedagang bila bertemu dengan Serdadu Belanda yang sedang lengah, mereka membunuh serdadu itu hanya dengan alat sederhana semisal ditusuk dengan garpu makan dan sebagainya.
Ki Buyut Sacawana seorang ”jadug” yang sakti mandraguna, tidak bisa mati selama tubuhnya menyentuh tanah kendati tubuhnya itu sudah terpotong-potong. Itulah yang dikenal dengan Ajian Rawe Rontek, ilmu andalah Ki Buyut Sacawana.
Dikisahkan, dalam melaksanakan aksinya Ki Buyut Sacawana suka menghentikan dan menyamun para utusan penguasa dari wilayah kidul yang saat itu masih mengakui kedaulatan Cirebon seperti dari Ciamis, Tasikmalaya dan lain-lainnya. Ki Buyut Sacawana dan para pengikutnya bertindak ala Robinhood dalam cerita kepahlawanan Inggris, karena hasil rampasannya tersebut selanjutnya dibagi-bagikan kepada rakyat, utamanya kepada rakyat yang miskin. Meskipun mereka menyamun, tapi Ki Buyut Sacawana dan pengikutnya bukanlah perampok sungguh-sungguh karena mereka tidak pernah menyamun para pedagang atau saudagar yang lewat diwilayah operasi mereka. Jadi yang dirampok hanyalah barang-barang upeti untuk raja Cirebon.
Tempat dimana biasanya Ki Buyut Sacawana beserta pengikutnya menyamun barang-barang upeti tersebut, hingga kini tempat itu di kenal dengan nama Ciloklok, yang maksudnya “ditelan bulat-bulat”.
Pada akhirnya perbuatan dan sepak terjang beliau lambat laun diketahui oleh pihak Keraton Kasepuhan melalui antek-anteknya yang berada di Kabupatian Linggajati, untuk selanjutnya diberikan peringatan untuk menghentikan aksinya tersebut, namun tidak digubris. Karena aksi pembangkangan Ki Buyut Sacawana tersebut sebenarnya bukan hanya karena menghendaki barang rampasannya semata, namun sekaligus sebagai upayanya untuk melemahkan Keraton Kasepuhan dan Belanda dengan memutuskan mata rantai dari wilayah kidul, minimal sebagai sikap balas dendam atas nasib kedua leluhurnya sebagaimana telah dipaparkan di atas tadi.
Pada akhirnya, pihak keraton memutuskan untuk membunuh Ki Buyut Sacawana dengan mengirimkan ponggawa keraton beserta pendekar-pendekar untuk menangkap dan membunuh Ki Buyut Sacawana. Tetapi tindakan itu selalu mengalami kegagalan dikarenakan kesaktian yang dimiliki Ki Buyut Sacawana.
Namun selanjutnya ada juga penghianat bangsa yang mau memberitahukan kelemahan beliau, bahwa Ki Buyut Sacawana hanya dapat dibunuh dengan cara bagian tubuhnya dipisah-pisahkan (mutilasi) dan dikuburkan pun secara terpisah-pisah pula.
Meninggalnya Ki Buyut Sacawana
Pada suatu ketika, datanglah di Linggajati seorang yang berpakaian kyai yang akan menjajal kesaktian Ki Buyut Sacawana yang sudah terkenal dimana-mana. Syahdan, Kyai tersebut sudah mengetahui weton kelahirannya Ki Buyut Sacawana sehingga bisa mengetahui hari naas Ki Buyut Sacawana.
Selanjutnya, dihari yang sudah diketahui sebagai hari naas Ki Buyut Sacawana, diundanglah oleh Kyai tadi untuk mengajak perang tanding kepada Ki Buyut Sacawana. Cadu mundur sanyari bumi, begitu istilahnya, Ki Buyut Sacawana menerima tantangan itu.
Bertempat di sebuah lapangan yang dikelilingi banyak pohon pinus dilereng Gunung Ciremai (mungkin diwilayah Gunung Deukeut/ Desa Setianegara sekarang), perang tanding pun mulai dilaksanakan dari pagi hingga sore hari tanpa campur tangan siapapun. Ki Buyut Sacawana bersenjatakan pusaka semacam golok panjang/ pedang dan si Kyai bersenjatakan keris berwarna putih luk-8 serta bisa memancarkan sinar putih keperakkan.
Diceritakan, adu kanuragan dengan mengeluarkan jurus-jurus silat yang pada masa itu banyak meniru gerakan-gerakan hewan berlangsung seru, serta adu kesaktian yang mendebarkan. Kesaktian mereka sebenarnya berimbang, tapi karena saat itu menurut perhitungan si kyai adalah hari naas Ki Buyut Sacawana, maka benarlah yang terjadi. Ki Buyut Sacawana akhirnya dapat ditusuk dengan keris besi putih oleh si Kyai tersebut tepat diulu hati Ki Buyut Sacawana.
Mungkin sudah suratan takdirnya, bahwa ajal sesepuh Cilimus ini harus tewas dalam adu kesaktian dan bisa dibunuh pada tahun 1880, pada saat itu usia Ki Buyut Sacawana atau Ratu Ngadek Piambek atau Pangeran Adiredja Martakusumah adalah 69 tahun.
Selanjutnya jenazah Ki Buyut Sacawana dimutilasi di atas ”anjang-anjang” tanaman labu siam untuk menghindari jasad pemilik Ajian Rawe Rontek itu menyentuh tanah dengan menggunakan keris putih luk-8 tadi. Selanjutnya jasad Ki Buyut Sacawana yang sudah terpotong menjadi 3 (tiga) bagian itu dikuburkan ditempat yang terpisah jauh yakni:
- Bagian kepala dikuburkan di Desa Panawuan disatu perbukitan (pasir, istilah Sunda).
- Bagian dada dan perut dikuburkan di Desa Cilimus, tepatnya di Dusun Kalungluwuk.
- Bagian kaki dikuburkan di Desa Sindangkasih Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon (belum
diketahui tepatnya).
Anak dan Keturunan Ki Buyut Sacawana
Ki Buyut Sacawana wafat pada tahun 1880 masehi (tidak diketahui hari dan tanggalnya). Beliau meninggalkan 2 (dua) orang istri dan 5 (lima) orang anak. Dua orang anak dari istri pertama dan 3 (tiga) orang anak dari istri kedua yang bernama Nyi Mas Sri Murti Wulandari (putri dari keturunan Keraton Kasepuhan). Ki Buyut Sacawana yang pada saat itu bernama Pangeran Adiredja Martakusumah menikahi Nyi Mas Murti Wulandari pada usia 20 tahun tepatnya pada tahun 1831 masehi.
Belum diketahui semua anaknya tadi, cuma satu anak yang diketahui bernama Pangeran Rahmat Agung anak kedua dari ibu Nyi Mas Sri Murti Wulandari (istri ke-2) yang lahir pada hari Sabtu Wage, 6 Oktober 1832 di Keraton Kasepuhan. Adiknya menyusul lahir pada tahun 1834 dan si bungsu lahir tahun 1837 masehi.
Pangeran Rahmat Agung beserta keempat saudaranya lahir di Cirebon, sewaktu mereka masih kecil-kecil dan tinggal di keraton terpaksa harus hijrah mengikuti ayahnya ke Cilimus.
Setelah kejadian pembunuhan atas ayahnya yaitu Ki Buyut Sacawana, Pangeran Rahmat Agung yang pada saat itu berumur 46 tahun meninggalkan Cilimus untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, yakni berhijrah ke kampung yang bernama Lingga di wilayah Kabupaten Majalengka (belum diketahui letak kampung tersebut, karena mungkin sekarang sudah berganti nama).
Saat meninggalkan Cilimus, P. Rahmat Agung meninggalkan seorang istri yang bernama Nyai Siti Maemunah (Putri ke-5 dari 11 orang bersaudara Ki Buyut Marmagati/ tokoh yang akan diceritakan nanti) di Cilimus.
P. Rahmat Agung mempunyai seorang istri dan 8 (delapan) orang anak: 1. (laki-laki) 2. (perempuan) 3. (laki-laki) 4. Elang Wiguna Tawidjar Martakusumah 5. (perempuan) 6. (perempuan) 7. (laki-laki) dan 8. (perempuan).
Jadi cuma satu anaknya yang diketahui namanya, yakni anak ke-4 yang bernama Elang Wiguna Tawidjar Martakusumah (para keturunannya biasa menyebut nama pendeknya saja yakni Buyut Tawidjar).
Setelah keadaan dirasa sudah aman, P. Rahmat Agung pulang kembali Cilimus. Pada usia 70 tahun tepatnya pada tahun 1904 pangeran yang bersifat sabar, tawakal serta hidup sederhana dan juga tidak mau menjadi Kuwu Cilimus, meninggalkan dunia yang fana ini menyusul ramanya yang telah gugur sebagai kesumah dengan cara yang menyedihkan. Pada Saat itu Desa Cilimus dipimpin oleh Kuwu II yang bernama Kuwu Rumsewi (1880 s/d 1887).
2. MARMAGATI
Pada era yang sama saat kedatangan Pangeran Adiredja Martakusumah/ Ki Buyut Sacawana di Pakuwon Cilimus, kedatangan seorang tokoh ulama yang bergelar Tubagus dari Kesultanan Banten yang mengganti nama dengan panggilan Ki Marmagati. Ki Buyut Marmagati meninggalkan Banten setelah Kesultanan Banten berakhir, yakni setelah meninggalnya Sultan Banten pamungkas yakni Sultan Banten XXI Sultan Muhammad Rafiuddin (1813-1820).
Karena di wilayah Banten terus dilanda kemelut, sang Tubagus meninggalkan kampung halamannya berhijrah kewilayah timur yang pada akhirnya tiba di Pakuwon Cilimus tepatnya di umbul Kukulu untuk menjalani hidup baru sembari berdakwah dan mengajarkan ilmu.
Sebagaimana halnya dengan Ki Sacawana, sang Tubagus itu pun menyembunyikan gelar kebangsawanannya dengan mengganti nama menjadi MARMAGATI, seorang ulama yang luhur budinya serta kaya ilmunya. Beliau berbadan tinggi besar, gagah, berkumis dan berjenggot lebat serta brewokan dan suka berpakaian putih-putih laiknya pakaian para ulama pada umumnya.
Ki Buyut Marmagati dan Ki Sacawana yang sama-sama keturunan dari Sunan Gunung Jati bersama-sama membesarkan Desa Cilimus pada bidang tugasnya masing-masing, akhirnya berbesanan dengan menikahkan puteri ke-5 nya yang bernama Nyai Siti Maemunah dengan putera Ki Sacawana yang bernama Rahmat (Pangeran Rahmat Agung).
Setelah beberapa waktu lamanya beliau mengajarkan ilmu agama Islam serta berdakwah pada masyarakat Desa Cilimus, akhirnya Ki Buyut Marmagati hijrah ke Gunung Sirah di salah satu desa di Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan. Selanjutnya beliau menetap dan berdakwah disana hingga wafatnya dan dikebumikan di Puncak Bukit Oncangan Desa Gunung Sirah (sampai sekarang makam beliau masih terawat rapi berdampingan dengan istri dan murid-muridnya).
Saat hijrahnya ke Gunung Sirah tidak diketahui kapan waktunya, namun diduga waktunya adalah pasca gugurnya Ki Buyut Sacawana. Atau kemungkinan saat menantunya hijrah ke wilayah Majalengka, beliau pun hijrah ke wilayah Darma di Kabupaten Kuningan.
3. TUBAGUS HADJI ABDUL GHAFAR (KUWU KE-III DESA CILIMUS)
Pada saat Ki Buyut Sacawana memerintah sebagai Kuwu Cilimus yang pertama, di Cilimus ada juga seorang keturunan Sunan Gunung Jati dari jalur Kesultanan Banten yang bernama Tubagus Hadji Abdul Ghafar yang lahir pada tahun 1816 di Cilimus.
Tb. H. Abdul Ghafar menjadi Kuwu Cilimus yang ke-3 menggantikan Kuwu Rumsewi pada tahun 1887 sampai tahun 1922 masehi. Bapak Tb. H. Abd. Ghafar meninggal dalam usia sangat tua yakni 106 tahun tepatnya pada tahun 1922 masehi, dimakamkan di Pemakaman Pasir Jati diposisi paling atas (bukit kecil) dekat pohon beringin.
Makam beliau berada ditengah-tengah 3 (tiga) makam yang berdampingan. Sebelah kiri (barat) adalah anak laki-lakinya yang pertama (meninggal dunia semasih kecil) dan yang sebelah kanan (timur) yakni anaknya yang ke-2 yang bernama Ratu Hj. Djaonah.
Sewaktu memerintah, Tubagus H. Abdul Ghafar (disalah satu silsilah keluarga, ditulis Abdul Gappar) dibantu oleh Juru Tulis (Sekretaris Desa) yang bernama Bapak Hadji Hasan (waktu kecil dipanggil Elang Hasan) putra ke-2 dari 6 (enam) bersaudara Elang Wiguna Tawidjar Martakusumah. Berarti Bapak Hadji Hasan adalah cucu dari Ki Buyut Sacawana.
Sementara, Bapak Tb. H. Abdul Ghafar memiliki 2 (dua) orang istri. Istri yang pertama bernama Ibu Hadjah Fatmah, memiliki 3 (tiga) orang anak, anak pertama laki-laki meninggal dunia sewaktu kecil dan 2 orang putri.
Karena anak laki-lakinya meninggal dunia, beliau meminta izin kepada istrinya untuk menikah lagi. Ibu Hj. Fatmah ikhlas dimadu sehingga Bapak Tb. Hj. Abdul Ghafar menikah kembali dengan Ibu Salmah dan dikarunia 6 (enam) orang anak yaitu 5 (lima) orang putera dan 1 (satu) orang puteri.
Dituturkan, bahwa profil Bapak Hadji Hasan (Elang Hasan) yang mewarisi profil ayahnya yang lemah lembut, pekerja keras serta agamis juga tampan, menarik hati Pak Kuwu untuk menjodohkan dengan puterinya yang bernama Ratu Hadjah Djaonah.
Sebenarnya, kawin-mawin, silang-menyilang memang sudah menjadi tradisi di tatar Cilimus dan sekitarnya, sehingga pada umumnya, warga asli Desa Cilimus bersumber pada 3 (tiga) orang tokoh yang telah diuraikan di atas tadi yakni:
1. Ki Buyut Sacawana (Pangeran Adiredja
Martakusumah asal Cirebon.
2. Buyut Marmagati (Tubagus Marmagati)
Asal Banten
3. Bapak H. Abdul Ghafar (Tubagus Hadji Abdul Ghafar) keturunan Banten dan Cirebon yang lahir di Cilimus.
Sehingga sejak Kuwu ke-4 Desa Cilimus hingga Kuwu ke-14 saat tulisan ini dibuat, bisa dikatakan kesemuanya adalah dari keturunan ke-3 tokoh di atas tadi.
b. KUWU-KUWU YANG PERNAH MEMERINTAH DESA CILIMUS
Sejarah Cilimus lebih merunut pada para tokoh pemerintahannya yakni para kuwu yang pernah memerintah Pakuwon/ Desa Cilimus. Jadi urutan kuwu dari pra-Indonesia merdeka, pasca-Indonesia Merdeka, masa Orde lama, masa Orde Baru hingga saat sekarang ini (Orde Reformasi) bisa dirunut beserta masa jabatannya sebagai berikut:
1. Ki Buyut Sacawana/ P. Adiredja Martakusumah
(1847 s/d 1880)
2. Bapak Rumsewi (1880 s/d 1887)
3. Bapak Abdul Ghafar (Tubagus Hadji Abdul Gappar)
(1887 s/d 1922)
4. Bapak Karnadisastra (1922 s/d 1928)
5. Bapak Wangsaatmaja (1928 s/d 1947)
6. Bapak E.Suarja (1947 s/d 1950)
7. Bapak Jaya Sentana (1950 s/d 1956)
8. Bapak Muhammad Hasyim (1956 s/d 1969)
9. Bapak A. Pathoni Saleh (1969 s/d 1979)
10. Bapak Ending Rosyidin (1980 s/d 1981)
11. Bapak Toto (Pejabat Kuwu)
12. Bapak Masuri (1990 s/d 1998)
13. Bapak Masuri 2 (1999 s/d 2001)
14. Bapak Apip (2002 s/d 2006)
15. Bapak Nasihin Arjadisastra (2007 s/d 2013)
16. Bapak H. Mulyadin ( 2013 s/d Sekarang )
Pada rahun 1920 pada masa Pemerintahan Bpk. H. Abdul Gofar gedung Pemerintah Desa yang berdampingan dengan Mesjid dan bersebrangan dengan Kantor Kewedanaan dan Kantor kecamatan yang berlokasi di sebelah alun- alun , dipindahkan kurang lebih 400 M kearah utara tepatnya berada di Jl. raya Cilimus,dan mulai tanggal 01 januari 2012 lokasi Kantor Pemerintah Desa Cilimus dikembalikan lagi ke Posisi semula yaitu dikawasan Alun –alun Desa Cilimus dan berdampingan dengan Mesjid Agung Cilimus sebagai lambang pemersatu Ulama & Umaroh sehingga segala Cita - cita Desa bisa terwujud kembali yaitu : Pemerintahan Keagamaan dan Pendidikan.
B. Pembagian Wilayah
Wilayah Desa Cilimus terbagi atas 5 Blok/Dusun, 06 RW dan 24 RT sing-masing Blok dipimpin oleh seorang Kepala Kepala Dusun yaitu :
1. Dusun/blok Kliwon meliputi : RW 01 membawahi Rt.01,02,03
dan dikepalai oleh Kepala Dusun Kliwon.
2. Dusun/Blok Manis meliputi : RW.02 membawahi RT 06, 07, 08,
dan 09 dikepalai oleh Kepala Dusun Manis.
3. Dusun Pahing meliputi : RW.03 membawahi RT.10, 11, dan 12
RW.06 membawahi RT.22, 23, dan 24 dikepalai oleh Kepala
Dusun Pahing
4. Dusun/Blok Pon meliputi : RW.04 membawahi RT.13, 14, 15,
16, dan 17 dikepalai oleh Kepala Dusun Pon.
5. Dusun/Blok Wage meliputi : RW.05 membawahi RT.18, 19, 20,
dan 21 dikepalai oleh Kepala Dusun Wage.
A. Struktur Organisasi Pemerintah Desa.
Stuktur Organisasi Pemerintah desa mengalami pergantian jabatan yaitu :
1. Jabatan Sekretaris Desa yang dijabat oleh salah seorang PNS yaitu Maman Sulaeman, S.IP ditarik untuk menempati tugas baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan berdasarkan Surat Perintah Kepala Badan Kepegawaian daerah Nomor 824.3/6003/Mutasi tanggal 01 Juni 2015, pada tanggal 01 Bulan Juni 2016 dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Desa yang berasal dari Kaur Pemerintahan yaitu Sdr. Udin Sutrisno dan ditetapkan pada tanggal 1 Februari 2016, ditetapkan menjadi Sekdes, SK No. 141.3/kpts.09/2016 tahun 2016.
2. Jabatan Kasi Pemerintahan, Kasi Ekbang dan Kaur Keuangan mengalami alih jabatan sesuai dengan SK no. 141.3/kpts.09/2016 yaitu Kasi Pemerintahan dijabat oleh Hendra Rismayana, Kasi Ekbang dijabat oleh Dudung Durohim dan Kaur Keuangan/Bendahara dijabat sdr.Ayip Solahudin, S.Kom.
3. Jabatan yang tidak mengalami pergeseran dikukuhkan melalui SK No 141.3/kpts/10/2016 tahun 2016, yaitu Kasi Kesra, Kaur Umum, Kliwon, Manis, Pahing, Pon dan Kepala Dusun Wage.
2.1 Peta dan Kondisi Desa
A. Keadaan Wilayah
1. Luas dan Batas Wilayah
a. Luas Desa : 201.435 Ha
b. Batas Wilayah
No |
Batas |
Desa |
Kecamatan |
1 |
Sebelah Utara |
Caracas |
Cilimus |
2 |
Sebelah Selatan |
Bojong, Panawuan |
Cilimus, Cigandamekar |
3 |
Sebelah Barat |
Bojong, |
Cilimus |
4 |
Sebelah Timur |
Cibuntu, Indapatra |
Cigandamekar |
2. Luas Wilayah Menurut Penggunaan
No |
Peruntukan Tanah |
Ha / m2 |
1 |
Luas Pemukiman |
56.013 |
2 |
Luas Persawahan |
124.275 |
3 |
Luas Perkebunan |
- |
4 |
Luas Kuburan |
20. 000 |
5 |
Luas Pekarangan |
- |
6 |
Perkantoran |
3.062 |
7 |
Luas Prasarana Umum Lainnya |
18.085 |
Total Luas |
221.435 |
|
TANAH SAWAH |
Ha / m2 |
|
1 |
Sawah Irigasi ½ Teknis |
- |
2 |
Sawah Tadah Hujan |
- |
Total Luas |
- |
|
TANAH KERING |
Ha / m2 |
|
1 |
Tegal / Ladang |
- |
2 |
Pemukiman |
56.013 |
Total Luas |
56.013 |
|
TANAH PERKEBUNAN |
Ha / m2 |
|
1 |
Tanah Perkebunan Rakyat |
- |
2 |
Tanah Perkebunan Perseorangan |
- |
Total Luas |
- |
|
TANAH FASILITAS UMUM |
Ha / m2 |
|
1 |
Kas Desa / Kelurahan |
|
|
|
104.000 |
|
|
22.760 |
|
|
- |
|
|
- |
2 |
Lapangan Olahraga |
13.500 |
3 |
Tempat Pemakaman Desa |
- |
4 |
Bangunan Sekolah |
14.408 |
5 |
Pertokoan |
- |
6 |
Fasilitas Pasar |
500 |
7 |
Jalan |
2.500 |
8 |
Daerah Tangkapan Air |
- |
Total Luas |
172.168 |
|
TANAH HUTAN |
Ha / m2 |
|
1 |
Hutan Lindung |
- |
2 |
Hutan Rakyat |
- |
Total Luas |
|
3. Iklim
No |
Jenis Iklim |
Ket |
1 |
Curah Hujan |
312 m/th |
2 |
Suhu Rata-rata Harian |
29 derajat celcius |
4. Jenis dan Kesuburan Tanah
No |
Jenis Tanah |
Ket |
1 |
Warna Tanah |
Merah |
2 |
Tekstur Tanah |
Lempungan |
3 |
Lahan Terlantar |
- |
3 |
Tingkat Erosi Tanah |
|
|
a. Luas Tanah Erosi Ringan |
- |
|
b. Luas Tanah Erosi Sedang |
- |
|
c. Luas Tanah Erosi Berat |
- |
|
d. Luas Tanah Tidak Erosi |
- |
5. Topografi
No |
Keadaan Wilayah |
Ket |
1 |
Dataran Rendah |
446 Ha /m2 |
2 |
Berbukit-bukit |
- |
3 |
Dataran Tinggi / Pegunungan |
- |
3 |
Daerah Aliran Sungai |
25.000 |
Orbitrasi |
|
|
1 |
Jarak Ke Ibukota Kecamatan |
0 km |
2 |
Jarak Ke Ibukota Kabupaten |
13 km |
3 |
Jarak Ke Ibukota Propinsi |
137 km |
2.1.3. Keadaan Sosial Penduduk
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan pemutakhiran data pada tahun 2015, Desa Cilimus mempunyai jumlah penduduk 7946 jiwa, terdiri dari 4022 jiwa laki-laki dan 3939 perempuan yang tersebar di tiap RW dengan perincian sebagai berikut :
1. Menurut Kepala Keluarga (KK)
Rw |
Rt |
KK |
L |
P |
Jml Jiwa |
01 |
1 |
114 |
209 |
211 |
420 |
2 |
61 |
107 |
115 |
222 |
|
3 |
144 |
251 |
247 |
498 |
|
4 |
72 |
144 |
158 |
302 |
|
5 |
61 |
125 |
114 |
239 |
|
02 |
6 |
65 |
102 |
101 |
203 |
7 |
60 |
103 |
102 |
205 |
|
8 |
58 |
106 |
108 |
214 |
|
9 |
114 |
215 |
221 |
436 |
|
03 |
10 |
177 |
363 |
341 |
704 |
11 |
105 |
199 |
194 |
393 |
|
12 |
85 |
163 |
139 |
302 |
|
22 |
77 |
117 |
129 |
246 |
|
23 |
41 |
109 |
102 |
211 |
|
24 |
42 |
103 |
109 |
212 |
|
04 |
13 |
98 |
184 |
172 |
356 |
14 |
97 |
186 |
180 |
366 |
|
15 |
76 |
120 |
128 |
248 |
|
|
90 |
159 |
156 |
315 |
|
17 |
93 |
183 |
161 |
344 |
|
05 |
18 |
137 |
194 |
202 |
396 |
19 |
149 |
256 |
229 |
485 |
|
20 |
84 |
138 |
157 |
295 |
|
21 |
91 |
171 |
163 |
334 |
|
JUMLAH |
2191 |
4022 |
3939 |
7946 |
2. Menurut Kelompok Umur
No |
Umur |
L |
P |
Jumlah 2014 |
L |
P |
Jumlah 2015 |
1 |
0 - 4 |
352 |
346 |
698 |
393 |
365 |
758 |
2 |
5 - 9 |
408 |
419 |
827 |
403 |
375 |
778 |
3 |
10 - 14 |
399 |
407 |
806 |
393 |
365 |
758 |
4 |
15 - 19 |
453 |
360 |
813 |
355 |
341 |
696 |
5 |
20 - 24 |
443 |
341 |
774 |
335 |
332 |
667 |
6 |
25 - 29 |
338 |
349 |
687 |
357 |
355 |
712 |
7 |
30 - 34 |
326 |
342 |
668 |
334 |
328 |
662 |
8 |
35 - 39 |
354 |
241 |
595 |
315 |
304 |
619 |
9 |
40 - 44 |
305 |
336 |
671 |
279 |
273 |
552 |
10 |
45 - 49 |
265 |
187 |
452 |
273 |
234 |
507 |
11 |
50 - 54 |
251 |
193 |
444 |
158 |
189 |
347 |
12 |
55 - 59 |
219 |
221 |
440 |
149 |
134 |
283 |
13 |
60 - 64 |
235 |
150 |
385 |
98 |
105 |
203 |
14 |
65 - 69 |
135 |
124 |
259 |
180 |
81 |
261 |
15 |
70 - Keatas |
50 |
91 |
141 |
106 |
138 |
244 |
Jumlah |
4.346 |
4.099 |
8.445 |
4.027 |
3.919 |
7.946 |
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No |
Mata Pencaharian |
2014 |
2015 |
Ket |
1 |
DOKTER |
2 |
3 |
|
2 |
POLRI |
13 |
7 |
|
3 |
ABRI |
- |
1 |
|
4 |
PETANI |
120 |
40 |
|
5 |
BURUH TANI |
269 |
20 |
|
6 |
BIDAN |
3 |
9 |
|
7 |
PEDAGANG |
1152 |
1497 |
|
8 |
TUKANG KAYU/BATU |
72 |
1 |
|
9 |
TUKANG OJEG |
113 |
121 |
|
10 |
TKI/TKW |
11 |
13 |
|
11 |
BENGKEL |
15 |
19 |
|
12 |
SUPIR |
78 |
91 |
|
13 |
PNS |
256 |
252 |
|
14 |
SWASTA |
518 |
620 |
|
15 |
TUKANG CUKUR/SALON |
17 |
2 |
|
16 |
DUKUN BAYI |
- |
- |
|
17 |
KURSUS COMPUTER |
3 |
3 |
|
18 |
PERAWAT |
8 |
8 |
|
19 |
TUKANG RONGSOKAN |
3 |
3 |
|
20 |
TUKANG JAHIT |
18 |
19 |
|
21 |
BUMN |
- |
14 |
|
|
JUMLAH |
2.671 |
2.743 |
|
NO |
TAHUN |
LAHIR |
MATI |
PINDAH |
DATANG |
||||||||
Lk |
Pr |
Jml |
Lk |
Pr |
Jml |
Lk |
Pr |
Jml |
Lk |
Pr |
Jml |
||
1 |
2014 |
74 |
87 |
161 |
29 |
39 |
68 |
85 |
93 |
178 |
47 |
42 |
89 |
2 |
2015 |
61 |
41 |
102 |
40 |
29 |
69 |
96 |
94 |
190 |
63 |
68 |
131 |
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mobilitasi / Mutasi
5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
NO |
URAIAN |
2014 |
2015 |
1 |
Blm Sekolah |
1.410 |
1.382 |
2 |
Di PAUD |
108 |
102 |
3 |
Di TK |
120 |
113 |
4 |
Di SD |
1.667 |
1.545 |
5 |
Di SLTP |
860 |
848 |
6 |
Di SLTA |
800 |
800 |
7 |
Di Perguruan Tinggi |
280 |
276 |
8 |
Tamat SD |
493 |
493 |
9 |
Tamat SLTP |
442 |
342 |
10 |
Tamat SLTA |
1.395 |
1.295 |
11 |
Tamat S.1 |
585 |
595 |
12 |
Pesantren |
45 |
45 |
13 |
Tdk.Tmt SD |
110 |
110 |
14 |
Buta Huruf |
5 5 |
5 |
|
Jumlah |
8.445 |
7.946 |
b. Keadaan Sosial
1. Sarana Pendidikan
No |
Sarana Pendidikan |
Jumlah |
1 |
PAUD |
4 |
2 |
TK |
3 |
3 |
Sekolah Dasar |
4 |
4 |
Madrasah Ibtidaiyah |
2 |
5 |
SLTP |
1 |
6 |
MTs |
1 |
7 |
SMA |
1 |
8 |
Pondok Pesantren |
2 |
2. Kesenian dan Kebudayaan
No |
Jenis Kesenian |
Jumlah |
1 |
Genjring |
5 |
2 |
Reog |
1 |
3. Sarana Ibadah
No |
Sarana Keagamaan |
Jumlah |
1 |
Masjid |
2 |
2 |
Mushola |
54 |
3 |
Gereja |
- |
4. Sarana Kesehatan
No |
Sarana Kesehatan |
Jumlah |
1 |
Puskesmas |
1 |
2 |
Polindes |
1 |
3 |
Pustu |
- |
4 |
Posyandu |
11 |
5. Sarana Olahraga
No |
Sarana Olahraga |
Jumlah |
1 |
Lapangan Sepak Bola |
1 |
2 |
Lapangan Volly Ball |
5 |
3 |
Lapangan Bulu Tangkis |
4 |
4 |
Lapangan Tenis Meja |
- |
5 |
Papan Catur |
- |
2.2 Kelembagaan Desa
a. Data Perangkat Desa
N0 |
NAMA |
Tempat Tgl Lahir |
Pend |
Jabatan |
Sk. Pengangkatan |
Alamat |
1 |
H.Mulyadin |
Jambi , 01-11-1967 |
SLTA |
Kepala Desa |
141/KPTS.260-BPMD/13 |
Rt 18 Wage |
2 |
Udin Sutrisno |
Kng, 07-07-1966 |
SLTA |
Plt. Sekdes /Kaur Pemerintahan |
27 Tahun 2015 /141/SK.07/Pem/2004 |
Rt 01 Kliwon |
3 |
Hendra Rismayana |
Kng, 07-07-1973 |
SLTA |
Kaur Ekbang |
141/SK/.01/PEM/02 |
Rt 14 Pon |
4 |
Juli F. Halmi |
Kng, 18-03-1964 |
SLTA |
Kaur Kesra |
141/SK/.01/PEM/07 |
Rt 17 Pon |
5 |
Nurhidayati, S.Pd.I |
Kng, 22-03-1990 |
S 1 |
Kaur Umum |
30 Tahun 2015 |
Rt 18 Wage |
6 |
Dudung Durohim |
Kng, 20-11-1967 |
SLTA |
Kaur Keu |
141/SK/.02/PEM/02 |
Rt 14 Pon |
7 |
Zaenal Abidin |
Kng, 12-06-1977 |
SLTA |
Rurah Kliwon |
141/SK/.18/PEM/05 |
Rt 04 Kliwon |
8 |
Udin Zaenudin |
Kng, 16-08-1972 |
SLTA |
Rurah Manis |
141/SK.04/VIII/08 |
Rt 06 Manis |
9 |
Dudung A Iman |
Kng, 30-11-1966 |
SLTA |
Rurah Pahing |
141/SK/.02/PEM/07 |
Rt 10Pahing |
10 |
Amir Hamzah |
Kng, 28-08-1958 |
SLTA |
Rurah Pon |
141/SK/.01/PEM/07 |
Rt 16Pon |
11 |
Syarif Hidayat |
Kng, 26-07-1966 |
SLTA |
Rurah Wage |
141/SK/.01/PEM/02 |
Rt 19Wage |
12 |
Ayip Shalehudin,S.Kom |
Kng, 03-03-1989 |
S 1 |
Bendahara |
24 Tahun 2015 |
Rt 02 Kliwon |
b. Data Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
NO |
NAMA |
Tempat Tgl Lahir |
Pend |
Jabatan |
Sk. Pengangkatan |
Alamat |
1 |
Drs.Asep Saefullah . M.H.I |
Kng ,15-09-1972 |
S2 |
Ketua |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 17/04 / Pon |
2 |
Drs. Lili Sugili |
Kng. 08-11-1956 |
S1 |
Wk Ketua |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 08/02 Manis |
3 |
Tri Suknaedi. M.Pd |
Kng. 23-01-1965 |
S2 |
Sekretaris |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 2406 /Pahing |
4 |
Indra Nugraha. ST |
Kng. 29-02-1988 |
S1 |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 0101 Kliwon |
5 |
Muhamad Safi’i |
Kng. 15-01-1971 |
SLTA |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 0401 Kliwon |
6 |
Oji Sahroji . SH |
Kng. 07-02-1964 |
S1 |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 06/02 Manis |
7 |
Ruri Nurul Hidayat |
Kng. 08-01-1977 |
SLTA |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 10/03 Pahing |
8 |
Helmi Diaz |
Kng. 10-06-1954 |
SLTP |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 11/03 Pahing |
9 |
Ahmad Arif. S.HI |
Kng. 02-03-1979 |
S1 |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 15/04 Pon |
10 |
Haris Hasan Hariri |
Kng, 01-06-1973 |
SLTA |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 19/05 /Wage |
11 |
Iwan Hermawan SE |
Kng, 24-02-1981 |
S 1 |
Anggota |
141.2/KPTS.01-PEM/2013 |
Rt 21/05 Wage |
c. Data Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
No. |
Nama Personil |
Penddikan |
Pekerjaan sehari-hari |
Jabatan |
Alamat |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
1 |
H.RAHMAT S.Pd. |
S.1 |
PNS |
Ketua |
Rt18/05 . Wage |
2 |
NURDIN |
SLTA |
Wiraswasta |
Wk.Ketua |
Rt01/01 . Kliwon |
3 |
AANG AZIS ANWAR |
SLTA |
Sawsta |
Sekretaris |
Rt08/02 . Manis |
4 |
YADI IBADI SOLIHIN |
SLTA |
Wiraswasta |
Bendahara |
Rt15/04. Pon |
5 |
JOKO SULISTIYO |
S1 |
Wiraswasta |
Anggota |
Rt 23/06 .Pahing |
6 |
DIDING SUAEDI |
S1 |
Guru |
Anggota |
Rt10/03 . Pahing |
a. Data Ketua Rukun Warga (RW) , Rukun Tetangga (RT)
NO. |
N A M A |
TGL LAHIR |
PEKERJAAN |
JABATAN
|
1. |
DADANG HARYONO |
06-02-1961 |
PNS |
Ketua RW 01 |
2. |
SAHBUDIN |
12-02-1962 |
Karyawan Swasta |
Ketua RW 02 |
3. |
HAMDANI |
02-03-1963 |
PNS |
Ketua RW 03 |
4 |
EMBANG |
12-01-1963 |
WIRAWASTA |
Ketua RW 04 |
5 |
ANI ROHAETI |
16-06-1967 |
I R T |
Ketua RW 05 |
6 |
SUKARTA |
16-06-1967 |
PNS |
Ketua RW 06 |
7. |
ENGKUS KUSWARA |
11-03-1974 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 01 |
8. |
MANSYUR |
17-06-1955 |
PNS |
Ketua RT 02 |
9. |
MAMAT RAHMAT |
17-06-1955 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 03 |
10. |
SOLIHIN |
02-11-1961 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 04 |
11. |
PULUNG |
06-07-1966 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 05 |
12. |
HASAN SANUSI |
06-04-1961 |
WURSWASTA |
Ketua RT 06 |
13. |
EBUD SAEBUDI |
26-06-1966 |
WURASWASTA |
Ketua RT 07 |
14. |
TOTO SUARTO |
20-08-1966 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 08 |
15. |
DIDI SURYADI |
10-05-1965 |
WIRASAWASTA |
Ketua RT 09 |
16. |
LUKMAN KOMARUDIN |
12-12-1964 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 10 |
17. |
II. SYAFII |
12-05-1963 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 11 |
18. |
H.DUDUNG ABDUL AZIS |
01-09-1956 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 12 |
19. |
OTONG SUBAGJA |
|
WIRASWASTA |
Ketua RT 13 |
20. |
MOMON SOLEMAN |
20-01-1957 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 14 |
21. |
NARIMO |
27-04-1954 |
KARYAWAN |
Ketua RT 15 |
22. |
TATANG BADRUTAMAM |
08-03-1960 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 16 |
23. |
DADANG ISKANDAR |
27-04-1962 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 17 |
24. |
DUDUNG ABDULAH |
17-01-1971 |
WIRAWASTA |
Ketua RT 18 |
25. |
HARIS HASAN HARIRI |
01-06-1973 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 19 |
26. |
AHMAD JUMALI |
11-06-1987 |
KARYAWAN |
Ketua RT 20 |
27. |
MAMAN SAYAMAN |
08-09-1959 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 21 |
28. |
MUHAMMAD HASYIM |
06-081962 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 22 |
29. |
DENI LUPIYANI |
25-11-1983 |
PNS |
Ketua RT 23 |
30. |
YADI SUPRIYADI |
14-04-1953 |
WIRASWASTA |
Ketua RT 24 |
b. Data Personil LINMAS
NO |
N A M A |
TEMPAT, TGL. LAHIR |
ALAMAT |
JABATAN |
1 |
Udin Jaenudin |
Kuningan, 16 – 08 – 1972 |
Dusun Manis Rt. 06/04 |
Kasatgas |
2 |
Jaja Jajuri |
Kuningan, 23 – 03 – 1979 |
Dusun Manis Rt. 006/02 |
Danru |
3 |
Dedi Suhendi |
Kuningan, 16 – 10 – 1959 |
Dusun Pon Rt. 014/04 |
Anggota |
4 |
A. Rahman |
Kuningan, 24 – 04 – 1964 |
Dusun Kliwon Rt. 004/01 |
Anggota |
5 |
Mukodam |
Kuningan, 12 – 04 – 1969 |
Dusun Pahing Rt. 011/03 |
Anggota |
6 |
Ikin Asikin |
Kuningan, 18 – 08 – 1962 |
Dusun Wage Rt. 019/05 |
Anggota |
7 |
Dedi Akbar Rianto |
Prabumulih,26–06–1984 |
Dusun Manis Rt. 009/02 |
Anggota |
8 |
Ali Paesa |
Kuningan, 30 – 07 – 1968 |
Dusun Manis Rt. 008/02 |
Anggota |
9 |
Hasan |
Kuningan, 21 – 01 – 1970 |
Dusun Pahing Rt. 011/03 |
Anggota |
10 |
Iwan Ridwan |
Kuningan, 26 – 07 – 1977 |
Dusun Wage Rt. 018/005 |
Anggota |
2.3 Dinamika Konflik
Dinamika konflik merupakan gambaran menyeluruh tentang keadaan, pola intensitas dan karakter desa meliputi kekuatan hubungan antar pemangku kepentingan di desa yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembangunan dan upaya bina damai. Kajian dinamika konflik adalah serangkaian kegitan pengumpulan, pengolahan dan formulasi data keadaan desa yang meliputi pemahaman konteks, interaksi, intervensi, pelaku, masalah dalam rangka perencanaan pembangunan bina damai.
Kajian terhadap dinamika konflik dalam penyusunan RPJM Desa dimaksudkan untuk menggambarkan secara keseluruhan tentang pola kekuatan hubungan antar kelompok, kerentanan sosial, kohesivitas kelompok, serta factor-faktor pendorong dan penghambat perdamaian di desa sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan dan startegi pembangunan.
Secara khusus kajian dinamika konflik ini bertujuan :
a. Mengidentifikasi kekuatan hubungan antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan di desa.
b. Mengidentifikasi kondisi sosial yang menyebabkan kesenjangan diantara kelompok anatar pemangku kepentingandi desa.
c. Mengidentifikasi factor-faktor pendorong dan pemecah perdamaian dalam masyarakat; dan
d. Merumuskan strategi penanganan dan pencegahan konflik serta bina damai ke depan secara terpadu.
Kajian dinamika konflik dalam proses perencanaan dapat digunakan untuk lebih mengenal kondisi sosiogeografis, budaya, sejarah perkembangan desa yang berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan agar dihasilkan dokumen RPJM Desa yang komprehensif dan peka terhadap konflik. RPJM Desa harus mampu mendorong upaya bina damai dan mencegah terjadinya konflik pada saat pelaksanaan program. Dengan demikian, RPJM Desa memiliki kemampuan untuk memformulasikan kebijakan dan arah pembangunan desa secara berkelanjutan, diterima oleh masyarakat dan meminimalisasi konflik di masa depan akibat keterbatasan sumber daya, sejarah konflik, perbedaan kepenntingan, diskriminasi dan kesenjangan dalam masyarakat
2.4 Potensi dan Masalah
2.5.1. Potensi
A. Potensi Sumber Daya Manusia
Potensi adalah kemampuan yg mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan berupa kekuatan, kesanggupan dan daya baik berupa Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam. Adapun potensi yang berada di Desa Cilimus antara lain:
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan :
a. Jenis Kelamin
No |
Jenis Kelamin |
Jiwa |
Ket |
1 |
Laki-laki |
4072 |
- |
2 |
Perempuan |
3939 |
- |
2. Jumlah Penduduk Menurut Agama
No |
Agama |
Laki-laki |
Perempuan |
1 |
Islam |
4072 |
3939 |
2 |
Kristen Katolik |
- |
- |
B. Potensi Sumber Daya Alam
1. Tanaman Pangan
a. Luas Tanaman Pangan Menurut Komoditas
No |
Jenis Komoditas |
Luas |
Ket |
1 |
Jagung |
- |
- |
2 |
Kacang Kedelai |
- |
- |
3 |
Kacang Tanah |
- |
- |
4 |
Kacang Panjang |
- |
- |
5 |
Padi Sawah |
21 H |
- |
6 |
Padi Ladang |
- |
- |
7 |
Ubi Kayu |
- |
- |
8 |
Ubi Jalar |
- |
- |
9 |
Tomat |
- |
- |
10 |
Sawi |
- |
- |
11 |
Mentimun |
- |
- |
11 |
Buncis |
- |
- |
12 |
Terong |
- |
- |
13 |
Kangkung |
- |
- |
14 |
Umbi-umbian Lain |
21 H |
- |
b. Perkebunan
No |
Jenis Komoditas |
Luas |
Ket |
1 |
Kelapa |
- |
- |
2 |
Kopi |
- |
- |
3 |
Cengkeh |
- |
- |
4 |
Lada |
- |
- |
5 |
Vanili |
- |
- |
c. Kehutanan
- Luas Lahan Menurut Pemilikan
No |
Jenis Kepemilikan |
Ket |
1 |
Lahan Milik Negara |
- |
2 |
Lahan Milik Perhutani |
- |
3 |
Lahan Milik Masyarakat |
197.657 |
Jumlah Total |
197.657 |
- Hasil Hutan
No |
Jenis |
Ket |
1 |
Kayu |
- |
2 |
Bambu |
- |
3 |
Jati |
- |
4 |
Mahoni |
- |
5 |
Gula Enau |
- |
- Kondisi Hutan
No |
Kondisi Hutan |
Baik |
Rusak |
Total |
1 |
Hutan Produksi |
- |
- |
- |
2 |
Hutan Lindung |
- |
- |
- |
d. Peternakan
- Jenis Populasi Ternak
No |
Jenis Ternak |
Jumlah Pemilik |
Jumlah Populasi |
1 |
Sapi |
- |
- |
2 |
Kerbau |
- |
- |
3 |
Ayam Kampung |
- |
- |
4 |
Ayam Broiler |
- |
- |
5 |
Bebek |
- |
- |
6 |
Kambing |
- |
- |
7 |
Domba |
- |
- |
8 |
Angsa |
- |
- |
9 |
Kelinci |
- |
- |
10 |
Burung Walet |
- |
- |
11 |
Anjing |
- |
- |
- Produksi Peternakan
No |
Jenis |
Ket |
1 |
Susu |
- |
2 |
Kulit |
- |
3 |
Telur |
- |
4 |
Daging |
- |
5 |
Air liur burung walet |
- |
e. Sumber Daya Air
No |
Jenis |
Jumlah (unit) |
Pemanfaat (KK) |
Kondisi (Baik/Rusak) |
1 |
Mata Air |
2 |
25 |
|
2 |
Sumur Gali |
1.841 |
1.841 |
|
3 |
Sumur Pompa |
- |
- |
|
4 |
PAM |
325 |
325 |
|
5 |
Sungai |
2 |
- |
|
6 |
Embung |
- |
- |
|
7 |
Depot Isi Ulang |
1 |
520 |
|